Mengapa Tak Ada Kekuasaan yang Abadi: Urgensi Pembatasan Masa Jabatan Pejabat Politik
Kekuasaan, ibarat pedang bermata dua, adalah amanah sekaligus godaan. Di satu sisi, ia adalah instrumen vital untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat. Di sisi lain, tanpa kontrol dan batasan yang ketat, ia dapat berubah menjadi tirani yang merusak, menumbuhkan korupsi, dan membungkam aspirasi rakyat. Dalam konteks pejabat politik, pertanyaan mendasar yang kerap muncul adalah: seberapa lama seseorang harus memegang tampuk kekuasaan? Jawabannya, menurut banyak ahli dan praktik demokrasi modern, adalah tidak selamanya. Pembatasan masa jabatan bagi pejabat politik bukan sekadar aturan formal, melainkan pilar esensial untuk menjaga kesehatan dan dinamika demokrasi.
Mengapa pembatasan masa jabatan ini begitu krusial? Mari kita telusuri secara detail:
1. Mencegah Penumpukan dan Penyalahgunaan Kekuasaan
Sejarah telah berulang kali membuktikan adagium Lord Acton: "Kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan absolut cenderung korup secara absolut." Semakin lama seorang pejabat menduduki posisinya, semakin besar pula peluang untuk membangun jaringan kekuasaan yang tak tergoyahkan, menciptakan sistem yang menguntungkan diri sendiri atau kelompoknya, dan menyingkirkan lawan politik. Tanpa batasan waktu, risiko munculnya oligarki politik, dinasti kekuasaan, atau bahkan pemerintahan otoriter menjadi sangat tinggi. Pembatasan masa jabatan bertindak sebagai rem alami, memastikan bahwa tidak ada satu individu pun yang terlalu lama berakar dalam kekuasaannya, sehingga sulit untuk dikontrol atau diganti.
2. Mendorong Regenerasi dan Inovasi Politik
Setiap generasi membawa ide, perspektif, dan solusi baru untuk tantangan zaman. Pejabat yang terlalu lama menjabat cenderung terjebak dalam pola pikir lama, rutinitas, dan kebijakan yang sudah usang, yang seringkali disebut "status quo bias." Pembatasan masa jabatan membuka pintu bagi wajah-wajah baru, energi baru, dan gagasan-gagasan inovatif untuk masuk ke arena politik. Regenerasi ini vital untuk menjaga agar pemerintahan tetap relevan, adaptif, dan responsif terhadap perubahan kebutuhan masyarakat. Tanpa regenerasi, politik akan menjadi stagnan dan tidak mampu beradaptasi.
3. Meningkatkan Akuntabilitas dan Kinerja
Ketika seorang pejabat mengetahui bahwa masa jabatannya terbatas, ia cenderung lebih termotivasi untuk bekerja keras dan mencapai hasil konkret selama periode tersebut. Ada tekanan untuk meninggalkan warisan positif dan membuktikan diri di hadapan publik, karena kesempatan untuk berkuasa tidak akan datang selamanya. Sebaliknya, pejabat yang merasa posisinya aman untuk waktu yang tidak terbatas mungkin cenderung complacent, kurang responsif terhadap keluhan publik, atau lebih fokus pada strategi jangka panjang untuk mempertahankan kekuasaan daripada pelayanan nyata. Pembatasan masa jabatan menciptakan rasa urgensi dan memaksa pejabat untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka dalam rentang waktu yang jelas.
4. Memutus Lingkaran Oligarki dan Dinasti Politik
Di banyak negara, termasuk Indonesia, fenomena dinasti politik dan oligarki kerap menjadi penghalang bagi demokrasi yang sehat. Keluarga atau kelompok tertentu bisa menguasai kursi-kursi strategis selama puluhan tahun, membatasi partisipasi politik dari individu yang kompeten tetapi tidak memiliki koneksi. Pembatasan masa jabatan membantu memecah siklus ini dengan memaksa rotasi kepemimpinan. Ini menciptakan ruang yang lebih luas bagi individu dari berbagai latar belakang untuk berkompetisi secara adil dan berkontribusi pada pemerintahan, sehingga memperkuat prinsip meritokrasi dan keterwakilan.
5. Mengurangi Godaan Korupsi dan Konflik Kepentingan
Korupsi seringkali tumbuh subur dalam lingkungan di mana kekuasaan terkonsolidasi dan tidak ada pengawasan yang memadai. Pejabat yang telah lama menjabat mungkin telah membangun jaringan yang rumit dengan pelaku bisnis, kelompok kepentingan, atau bahkan organisasi kriminal, yang semuanya bisa dimanfaatkan untuk keuntungan pribadi. Pembatasan masa jabatan secara periodik "membersihkan" sistem dari potensi jalinan koruptif yang terlalu kuat dan dalam, sehingga mempersulit praktik-praktik ilegal untuk berakar.
6. Fokus pada Pelayanan, Bukan Karier Pribadi
Bagi sebagian pejabat, posisi politik adalah tangga untuk membangun karier seumur hidup, bukan sekadar kesempatan untuk melayani. Mereka mungkin menghabiskan lebih banyak waktu dan energi untuk mempertahankan kursi mereka melalui pencitraan, lobi, atau bahkan politik uang, daripada fokus pada isu-isu substantif yang dihadapi rakyat. Pembatasan masa jabatan mendorong mentalitas "pelayan publik" di mana fokus utamanya adalah memberikan dampak positif selama periode yang ditentukan, alih-alih merencanakan strategi untuk tetap berkuasa selama mungkin.
Penutup
Meskipun ada argumen kontra yang menyebutkan potensi hilangnya pengalaman atau terputusnya kontinuitas program, manfaat dari pembatasan masa jabatan jauh melampaui kekurangannya. Hilangnya pengalaman dapat diatasi dengan sistem transisi yang kuat, penyerapan keahlian oleh staf profesional, dan pemanfaatan mantan pejabat sebagai penasihat.
Pada akhirnya, pembatasan masa jabatan bagi pejabat politik bukanlah tanda ketidakpercayaan terhadap individu, melainkan sebuah investasi krusial bagi masa depan demokrasi yang lebih adil, transparan, dan berdaya saing. Ia adalah mekanisme pengaman yang memastikan bahwa kekuasaan tetap menjadi alat untuk melayani rakyat, bukan menjadi tujuan akhir bagi segelintir orang. Dengan demikian, kita memastikan bahwa tak ada kekuasaan yang abadi, dan yang abadi adalah semangat untuk mencapai tata kelola pemerintahan yang baik.












